Menjawab Tuduhan Kepalsuan Pararaton
Syubhat ini
parahnya dilontarkan oleh sebagian ustadz
yang bisa dibilang agak “alergi” dengan Orang Belanda. Pararaton dianggap
palsu karena yang menemukan Orang Belanda. Padahal tidak seperti itu caranya
memilih sumber sejarah, siapapun yang menulis atau menemukan sumber tersebut, selama
sumbernya valid dan ada bukti-bukti faktualnya, maka itu bisa kita terima.
Kalau
katanya, Pararaton itu ditemukan oleh Orang Belanda, ya, itu memang
fakta sejarah, pada 1897 M, Manuskrip Pararaton diteliti oleh Orang
Belanda yang bernama JLA.Brandes, isi manuskrip ini adalah sejarah raja-raja Dinasti
Rajasa mulai dari masa Singhosari hingga Majapahit. Dalam artikel kali ini,
kita akan mencoba membandingkan Pararaton dengan catatan-catatan asing maupun
peninggalan arkeologis yang berkaitan dengan Era Majapahit.
Pertama, Serangan
Mongol ke Jawa.
Pararaton mengisahkan bahwa Pendiri
Majapahit, Raden Wijaya bersekutu dengan Orang-orang Mongol ( Tatar) untuk mengalahkan
musuhnya, Jaya Katong. Dikisahkan bahwa Tentara Mongol datang untuk menyerbu
Jawa, peristiwa ini cocok dengan sumber primer yang dikeluarkan oleh Dinasti
Yuan, sebuah Dinasti Mongol yang memerintah Tiongkok saat masa awal Majapahit,
dalam Catatan Dinasti Yuan, tercatat bahwa Pasukan Mongol yang dipimpin
beberapa jenderal yaitu Yihei Mishi, Shi Bi, dan Gao Xing melakukan ekspedisi
ke Jawa pada 1293 M, disebabkan seorang utusan Mongol dilukai Raja Jawa. Jika
dicocokkan dengan Pararaton, Raja Jawa tersebut adalah Kertanegara Penguasa
Singhosari. Catatan Dinasti Yuan mengisahkan
bahwa Pasukan Mongol tersebut datang dengan sebuah armada laut, ini akan
kita bahas di lain waktu lebih lanjutnya.
Kedua, Masa
Akhir Majapahit dalam Pararaton.
Pararaton mengisahkan bahwa pada masa akhir Majapahit, terjadi perang perebutan
tahta antara dua kontingen yang sama-sama mengumpulkan kekuatan, yaitu Kubu
Hyang Wisesa dan Kubu Bhre Wirabumi, ini pun dikonfirmasi oleh catatan Dinasti
Ming bahwa pada 1420 M, pecah Peperangan Paregreg yaitu Perang Saudara
Majapahit yang menyebabkan gugurnya beberapa Orang Tionghoa yang terlibat,
antara lain 170 anak buah Cheng Ho.
Ketiga, perjalanan
Raden Wijaya, antara Prasasti Kudadu dan Pararaton.
Prasasti
Kudadu yang bertarikh 1294 M misalnya, mengisahkan perjalanan Raden Wijaya Sang
Pendiri Majapahit saat dikejar Pasukan Jaya Katong ( Jayakatwang) , Raja Kediri.
Ini sinkron dengan narasi dalam Naskah Pararaton yang mencatat bahwa
Raden Wijaya dikejar-kejar oleh Tentara Daha (Kediri) hingga terdesak, yang
membuatnya harus meminta bantuan pada Orang-orang Mongol. Naskah Pararaton mencatat, bahwa Raden
Wijaya berupaya keras melarikan diri seraya bertempur melawan Pasukan Daha.
Keempat, Tribhuwana
Wijayatunggadewi.
Dalam Naskah
Pararaton, Ratu Majapahit yang juga merupakan ibu dari Hayam Wuruk ini disebut
Sri Ratu Kahuripan, namanya juga tercatat dalam Prasasti Geneng 2 yang
bertarikh 1329 M, yang berisi kebijakan sang ratu tentang desa bebas pajak.
Nama Tribhuwana Wijayatunggadewi juga tercatat dalam Prasasti Palungan yang
bertarikh 1330 M, dan isinya adalah anugerah sang ratu pada Rajamantri.
Kelima, Raja
terakhir Majapahit dalam Pararaton dan prasastinya.
Raja terakhir
Majapahit dalam Pararaton adalah
Bhre Pandansalas, yang menurut Sejarawan Heri Purwanto, identik dengan Dyah
Suraphrabawa dalam Prasasti Pamintihan yang bertarikh 1473 M. Menurut Sejarawan
Salim.A.Fillah, Dyah Suraphrabawa digulingkan oleh Girindrawardhana Dyah
Ranawijaya, dan menurut Sejarawan Heri Purwanto, Dyah Ranawijaya ini identik
dengan Bhre Kertabumi dalam Naskah Pararaton.
Prasasti
Petak yang bertarikh 1498 M, menuliskan bahwa Dyah Ranawijaya berhasil
mengalahkan Majapahit dalam suatu pertempuran, dalam Naskah Pararaton disebutkan bahwa anak-anak Raja Majapahit yang
bernama Sinagara keluar dari istana ketika Tahta Majapahit diduduki Bhre
Pandansalas, salah satu anak Sinagara tersebut bernama Bhre Kertabumi. Ini berdasarkan
Catatan Tome Pires yang mengatakan bahwa Raja Jawa pada abad ke-16 M, Batara Vojyaya
alias Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, merupakan keturunan Sinagara.
Itu dia
beberapa perbandingan sumber antara Naskah Pararaton dan sumber-sumber eksternal maupun internal
lainnya, maka meski tidak diketahui nama penulisnya, bukan berarti Naskah Pararaton
bisa dibilang palsu karena yang menemukan adalah Orang Belanda. Sungguh
tuduhan yang sangat cetek, karena tidak mungkin bila bukti-bukti yang mendukung
Pararaton tersebut adalah buatan
Belanda juga.
Refrensi:
Anonim: Pararaton,
AAK Culture.
Wuryandari,
Nurni.W: Memanfaatkan Dokumen Cina Klasik, Mengungkap Informasi Baru Sejarah
Jawa, Jurnal Sejarah Abad, No.2, Vol.2, 2018 M.
_________:Hubungan
Bilateral Yuan-Singhasari Dari Naskah Klasik Cina Masa Dinasti Yuan, Prosiding
Seminar Nasional Naskah Nusantara, Vol.1, Feb, 2023 M.
Tringanga, Fifia,
Wardhani, dan Retno.W, Desrika: Prasasti & Raja-Raja Nusantara, Kementrian
Pendidikan Dan Kebudayaan Museum Nasional, 2015 M.
Mardiansyah
Putra, Arian dan Nasution: Dinasti Girindrawardhana Dyah Ranawijaya Dalam
Kajian Prasasti Petak Tahun 1486 M, Jurnal Avatara, Vol.11, No.1, Tahun
2021 M.
Kusmartono,
V. P. R. (2002). Mayoritas Keramik Yuan Di Trowulan: Kontra Realita
Hubungan Majapahit – Cina Pada Abad Ke 13-15 Masehi. Berkala Arkeologi, 22(1),
22–39.
https://doi.org/10.30883/jba.v22i1.84
Fillah,
Salim.A: Kisah-Kisah Pahlawan Nusantara, Penerbit Pro-U Media, 2022 M.
Menggali
Isi Prasasti - Historia, diakses 12 Februari, 2024 M, Pukul 22: 21 WIB.
Meredam
Murka Gunung Kelud - Historia, diakses 12 Februari 2024 M, Pukul 22: 21 WIB.
Keraguan
Terhadap Pararaton - Historia, diakses 12 Februari 2024 M, Pukul 22: 22 WIB.
MARI
BELAJAR SEJARAH: Pararaton: Penafsiran Baru (niakurniasholihat.blogspot.com), diakses 12 Februari 2024 M, Pukul 22: 22
WIB.
Post a Comment