Misteri Identitas Nyai Subang Larang.
Sosok Subang
Larang masih menjadi misteri. Benarkah
ia beragama Islam? Benarkah ia menikah beda agama dengan Siliwangi atau yang
dikenal sebagai Sri Baduga Maharaja, sang Raja Sunda? Apakah karena menikah dengannya
Siliwangi masuk Islam? Identitas tokoh ini begitu misterius. Saya akan membedah mengenai masalah-masalah
identitas Subang Larang.
Apakah Subang Larang beragama Islam?
Kenyataannya sumber-sumber primer Sejarah
Sunda yang menuliskan nama Subang Larang seperti Carita Ratu Pakuan dan Cariosan Prabu Siliwangi tidak
mencantumkan apa Agama Subang Larang. Naskah Cirebon awal seperti Carita
Purwaka Caruban Nagari (1720 M)
tidak secara eksplisit menyatakan bahwa Subang Larang beragama Islam. Dalam Carita Ratu Pakuan misalnya, disebutkan bahwa Subang Larang
adalah adik dari seorang Pangeran yang berasal dari Kuningan, Tuan Premana. Dalam Carita Purwaka Caruban
Nagari, disebutkan Subang Larang
lahir pada 1404 M. Carita Purwaka Caruban Nagari hanya menyebutkan bahwa
Subang Larang berguru pada Syaikh Qurro di Karawang.
Keislaman
Subang Larang pun dicantumkan secara eksplisit di naskah Mertasinga yang mencatat bahwa Subang Larang dipaksa
Prabu Siliwangi untuk menjadi istrinya Lalu Subang Larang diusir dari istana
oleh Siliwangi karena ketahuan menyimpan rahasia keislamannya.
Meski
demikian, keterangan dari Carita Purwaka Caruban Nagari dan Naskah Mertasinga bisa dibilang saling melengkapi. Meskipun, ada
kemungkinan juga Subang Larang tidak menganut Agama Islam, karena pada masa
lalu, untuk menjadi santri, tidaklah harus beragama Islam, seperti Sunan Kudus
yang membolehkan pemeluk agama manapun menjadi muridnya.
Meski
demikian, bukan berarti tidak ada bukti lain bahwa Subang Larang menganut Agama
Islam. Pantun Nyai Subang Larang yang dalam masyarakat populer dengan judul Lintang
Kerti Jejer Seratus menuliskan bahwa saat dipinang Pamanah Rasa ( Siliwangi
muda). Subang Larang meminta Pamanah Rasa mengucap dua kalimat syahadat, yang
menyiratkan bahwa saat itu Subang Larang sudah memeluk Islam.
Pantun
adalah tradisi oral yang biasa diwariskan secara lisan dari seorang juru pantun
kepada muridnya yang menjadi juru pantun berikutnya. Menurut Filolog Ary
Whisnu, pantun biasa diwariskan secara oral dan baru ditulis sekitar abad ke-20
M. Tidak diketahui kapan Pantun Lintang Kerti Jejer Seratus ini
dituliskan, karena menurut Filolog Ary Whisnu, bahasa dalam pantun bisa berubah
sesuai bahasa daerah ( Sunda) yang digunakan pada masa itu. Juru pantun harus
menghafal sebuah pantun dengan lafaz yang persis dengan gurunya, sehingga
mustahil dilakukan penambahan kalimat.
Namun, dapat
diperkirakan kapan pertama kali pantun ini dituturkan, silsilah Prabu Siliwangi
berikut gelarnya dalam pantun ini persis dengan Prasasti Batutulis yaitu beliau
bergelar Sri Baduga Maharaja dan merupakan anak dari Prabu Dewa Niskala, yang disebut dalam pantun ini
sebagai Raja Kerajaan Galuh. Berdasarkan candrasengkalanya, Sejarawan Yoseph
Iskandar memperkirakan bahwa Prasasti Batutulis bertarikh 1533 M.
Adapun
menurut Filolog Ary Whisnu, menyebut gelar lengkap raja dalam pantun dalam
Tradisi Sunda Kuno adalah Pamali ( tidak sopan). Maka, kemungkinan
pantun ini pertama kali dituturkan tidak
pada masa Sunda Kuno, melainkan pada masa setelah runtuhnya Kerajaan Sunda
Pajajaran, dimana Budaya Sunda Kuno mulai luntur, kemungkinan sekitar 1590 M,
dan yang pertama kali menuturkan pantun ini besar kemungkinan adalah seorang
Ulama Islam, melihat nafas Islam yang sangat kuat dalam pantun ini.
Identitas Subang Larang.
Menurut
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Subang Larang adalah anak Patih Singapura, Ki
Ageng Tapa dan istrinya yang bernama Ratna Karanjang dan beliau lahir pada 1404
M. Sumber Primer yang ditulis pada abad ke-15 M yaitu Cariosan Prabu
Siliwangi sangat berbeda dalam memberitakan
Subang Larang. Disana, dituliskan bahwa Subang Larang adalah keponakan Prabu
Wangi, Penguasa Sumedang Larang, dan ayah Subang Larang bernama Mangkubhumi,
saudara Prabu Wangi.
Pantun Subang
Larang /Lintang Kerti memberitakan
bahwa Sri Baduga Maharaja naik tahta setelah memperistri Subang Larang. Ini
cocok dengan Cariosan Prabu Siliwangi yang menyatakan bahwa Subang Larang merupakan
keponakan Prabu Wangi, Penguasa Sumedang. Bisa diperkirakan, waktu itu pusat
Kerajaan Sunda berada di Sumedang, Prasasti Batutulis mencatat bahwa Sri Baduga
dinobatkan di Pakuan Pajajaran, besar kemungkinan, Sri Baduga mengembalikan
Ibukota Kerajaan Sunda ke Pakuan Pajajaran, sebagaimana pada masa Maharaja Tarusbawa.
Masuk Islam/Tidaknya Siliwangi.
Dalam hal
ini, masih terjadi perdebatan perkara masuk Islamnya/tidak Prabu Siliwangi saat
menikahi Nyai Subang Larang dikarenakan dalam menikahi Wanita Muslimah, orang
yang tidak beragama Islam harus masuk Islam terlebih dahulu. Carita Purwaka
Caruban Nagari tidak mencatat masuk
Islam/tidaknya Siliwangi saat menikahi Nyai Subang Larang, hanya menyebut ,
untuk mendapatkan Nyai Subang Larang, Siliwangi bertarung melawan Raja Japura (
dalam Naskah Cariosan Prabu Siliwangi disebut dengan nama Amuk Marugul). Pantun Nyai
Subang Larang menyebutkan bahwa Prabu Siliwangi mengucap dua kalimat
syahadat saat menikahi Nyai Subang Larang, namun sumber primer dari abad ke-16
M yaitu Naskah Carita Parahyangan mengabarkan bahwa Jayadewata ( nama lain Prabu
Siliwangi ) saat memerintah memegang teguh ajaran leluhur ( Hindu Sunda)
Ajaran
leluhur Sunda, menurut Filolog Ary Whisnu, adalah sinkretisasi antara Hindu,
Budha, dan Kepercayaan Lokal Sunda. Pertanyaannya, mana yang benar? Apakah
Siliwangi masuk Islam saat menikahi Nyai Subang Larang atau tetap pada agama
lamanya?
Pantun Subang
Larang memberitakan bahwa pernikahan Siliwangi dan Subang Larang terjadi
ketika Siliwangi masih bernama Raden Pamanah Rasa dan belum menjadi Raja Sunda.
Carita Parahyangan hanya menyebutkan
riwayat seorang raja saat memerintah, sehingga jika dikomparasikan adalah Prabu
Siliwangi sempat mengucap syahadat saat hendak menikahi Nyai Subang Larang
sebagai syarat sahnya pernikahan dalam Ajaran Islam, namun saat menjabat
sebagai raja, kembali ke agama lamanya.
Keturunan Nyai Subang Larang.
Pantun Subang
Larang menyebutkan bahwa dari pernikahannya dengan Nyai Subang Larang,
Prabu Siliwangi dikaruniai 3 orang anak yaitu Raden Kean Santang, Rara Santang,
dan Jaya Sanggara ( dalam Naskah Purwaka Caruban Nagari , disebut
Walangsungsang, Lara Santang, dan Raja Sengara). Pantun Subang Larang menyebut 3 orang anak ini masuk Islam dan
belajar pada Syaikh Datuk Kahfi di Cirebon dan bertekad kuat menyebarkan Agama
Islam di Jawa. Sementara dari istri lainnya, Nyai Kentring Manik Mayang Sunda, saudara
Amuk Marugul, Raja Japura yang dinikahi sang prabu sebelum pernikahannya dengan
Nyai Subang Larang, sang prabu dikaruniai 3 orang anak juga yaitu Surawisesa
yang kelak meneruskan tahtanya sebagai Raja Sunda, Surosowan, dan Surawijaya.
Refrensi:
Atja: Carita
Purwaka Caruban Nagari: Karya Sastra Sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah, Proyek
Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, 1986 M.
Firmansyah,
Arif, Anoegrajekti, Novi, dan Rahmat, Aceng: Carita Pantun Eksistensi Di
Masyarakat Sunda, Farha Pustaka, 2022 M.
Iskandar,
DRS.Yoseph: Sejarah Jawa Barat Yuganing Rajakawasa, Penerbit Geger
Sunten, 2018 M.
Z, Mumuh
Muhsin: Kujang, Pajajaran, Dan Prabu Siliwangi, Masyarakat Sejarawan
Indonesia, Cabang Jawa Barat Press, Bandung, 2012 M.
Djafar,
Hasan: Prasasti Batutulis Bogor, Amerta Jurnal Penelitian Dan
Pengembangan Arkeologi, Vo.29, No.1, Juni, 2011 M.
Falah,
W.Anwar: Pola Pergantian Dan Tipe Kepemimpinan Raja Di Kerajaan Sunda (
Suatu Telaah Pendahuluan),Berkala Arkeologi , Vol.14, No.2.Edisi Khusus
1994 M.
Apakah
Sunan Kudus Berasal dari Palestina? - Akurat, diakses 3 Maret 2024 M, 22: 47 WIB.
Subang
Larang, Istri Prabu Siliwangi Yang Dibuang - Sejarah Cirebon
(historyofcirebon.id), diakses 3 Maret 2024 M, 22: 52 WIB.
Prabu
Siliwangi sebagai Raja Sindangkasih | Naskah Daluwang Cariosan Prabu Siliwangi
1435 M (hystoryana.blogspot.com), diakses 3 Maret 2024 M, 22: 52 WIB.
Cariosan
Prabu Siliwangi | Legenda (hystoryana.blogspot.com), diakses 3 Maret 2024 M, 22: 52 WIB.
Naskah
"Ratu Pakuan" dan Terjemahannya - BASASUNDA.COM, diakses 3 Maret 2024 M, 22L 56 WIB.
Filolog Ary
Whisnu Pratama.
Post a Comment